Mata
Kuliah: Ilmu Budaya Dasar
Dosen
Pembimbing: Edi Fakhri
Disusun
Oleh:
Dandi
Agung Ray / 51415566
Universitas
Gunadarma
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sistem pendidikan di
Indonesia saat ini dirasa cukup gila. Apalagi setelah kemunculan kurikulum 2013
dimana untuk jenjang SMA, UN dilaksanakan ketika kelas 2 dan 3 SMA. Serta,
sistem pendidikan di Indonesia (SD-SMA/K) dirasa sangat menekan siswa. Siswa
terlalu lama berada di dalam ruangan tertutup (sekolah). Rata-rata saat ini
siswa pulang sekolah pada sore hari (7jam di sekolah), belum lagi banyak tugas
yang harus dikerjakan. Dirasa di Indonesia terlalu banyak jam pelajaran. Jika
dibandingkan di Finlandia, tempat yang memiliki sistem pendidikan terbaik di
dunia namun jam pelajaran disana juga paling sedikit di dunia. Hal itu
karena siswa diberi sedikit pelajaran di sekolah, lalu siswa akan mengembangkan
ilmunya sendiri di kehidupannya. Tentunya itu dapat membuat siswa lebih
mandiri. Kami tidak menuntut agar kita seperti Finlandia, tapi kami ingin agar
para petinggi di bidang pendidikan membuat reformasi pendidikan yaitu membuat
sistem yang tepat berdasarkan pengamatan.
Terlalu lama di sekolah
juga menyita waktu bermain anak. Dan bila waktu bermain anak tersita, maka
sangat merugikan untuk psikologis anak. Ketika masa kecil tidak pernah main
petak umpet, ketika dewasa ngumpetin duit orang lain (korupsi). Terlebih saat
ini banyak orang berani membayar mahal untuk permainan, siapa bilang Lionel
Messi tidak main bola? Dia sebenarnya bermain bola, hanya saja banyak orang mau
membayar mahal untuk permainannya (sponsor). Bukan berarti kami disini enggan
dengan pendidikan, tapi ketika masa anak-anak waktu bermain bisa menjadi
pembelajaran tersendiri untuk mereka.
Dulu, Ki Hajar
Dewantara mendirikan Taman Siswa karena ketika itu dia tahu kalau setiap orang
bisa belajar dimanapun, baik di lapangan, bawah pohon, atau alam terbuka
lainnya. Lalu eropa datang dengan school, bagaimana bisa kita berpandangan luas
kalau tempat belajar yang kita memiliki jarak pandang yang sempit.
Pembatasan Masalah
Dari uraian di atas
dilihat begitu kompleksnya permasalahan dalam sistem pendidikan yang ada di
Indonesia. Oleh karena itu Penulis membatasi beberapa masalah dalam penulisan
makalah dengan “Kesalahan dalam sistem pendidikan di Indonesia dan Solusi
Sistem Pendidikan yang cocok di Indonesia.
2. Tujuan dan Manfaat
Penulisan
Tujuan
Sesuai dengan
pembatasan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah untuk mengetahui
kesalahan-kesalahan apa saja yang ada pada sistem pendidikan di Indonesia yang
dilihat dari kualitas pendidikan yang semakin hari semakin menurun.
Manfaat
Dari penulisan ini
diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan pengetahuan serta wawasan
penulis kepada pembaca tentang keadaan sistem pendidikan sekarang ini sehingga
kita dapat mencari solusinya secara bersama agar sistem pendidikan di masa yang
akan dapat meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang diberikan.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Ternyata, sepak terjang
sistem pendidikan telah terjadi sejak zaman dulu. Plato, filsuf terkenal dari
Yunani, mendirikan akademi dengan nama Hekademos. Di akademi ini, Plato
menerapkan gaya kritik spontan ala Sokrates sebagai sistem nilai, sehingga
terciptalah universitas.
Selama berabad-abad
akademi Plato berjaya sebagai pusat matematika dan etika, dua bidang yang
berlandaskan prinsip-prinsip mutlak. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut,
Plato merancang tatanan masyarakat.
Dalam tatanan
masyarakat tersebut, sekolah menjadi penentu peran setiap orang dalam
masyarakat. Rakyat yang tidak cemerlang dalam berolahraga, akan dipaksa menjadi
petani yang bercocok tanam demi kesejahteraan bersama.
Rakyat yang sangat
menguasai dan hebat dalam berolahraga tapi tak mampu menguasai matematika, akan
menjadi tentara. Sedangkan rakyat yang mampu menguasai matematika dan juga
hebat dalam berolahraga, akan masuk dalam golongan elit sebagai orang yang
dianggap telah ditakdirkan untuk memimpin negara. Tentu saja tatanan masyarakat
tersebut gagal karena menghasilkan pemimpin korup yang membodohi rakyat.
Selain Plato, Ibnu
Khaldun juga pernah mengkritisi pendidikan pada zamannya. Dalam buku An Arab
Philosophy of History: Selections from the Prolegomena of Ibn Khaldun of Tunis
(1332-1406), Ibnu Khaldun meninjau pendidikan dari segi psikologis.
Secara psikologis,
pendidikan dibentuk berdasarkan kecakapan dan kemampuan seseorang. Setiap tindakan
maupun gagasan, akan meninggalkan jejak pada pikiran setiap individu.
Pengulangan berkali-kali dari tindakan yang sama mampu membentuk beberapa
keterampilan.
Semakin pikiran
mendekati bakat aslinya, semakin ia mudah untuk membentuk keterampilan dan kecakapannya.
Ibnu Khaldun menyatakan, pada umumnya, setelah menguasai sebuah keterampilan,
seseorang akan kesulitan untuk memperoleh keterampilan lainnya.
Itulah mengapa jarang
sekali kita temukan penjahit profesional yang juga terampil sebagai tukang kayu.
Di lain sisi, Ibnu Khaldun juga menemukan fakta bahwa mempelajari hal baru
mampu mempertajam pikiran dan akan membuat orang memiliki cara berpikir lain
ketika memahami subjek yang berbeda.
Ilmu hanya akan
berkembang sebagai respon dari kebutuhan lingkungan sosial. Sebagai contoh,
bila lingkungan sosialnya agraris, maka orang cenderung akan belajar cara
bercocok tanam.
Dalam hal ini,
Indonesia sedang dalam masa yang tidak jelas. Apa kebutuhan sosial Indonesia?
Lantas, mengapa setiap murid diwajibkan untuk mempelajari seluruh ilmu yang
ada? Mengapa pemerintah tidak pernah belajar dari sistem pendidikan yang pernah
diterapkan sejak dahulu?
Pada zaman Ibnu
Khaldun, sekolah mengajarkan banyak sekali subjek. Diantaranya adalah geometri,
aritmatika, geografi, dan matematika. Ibnu Khaldun juga menemukan banyak sekali
siswa yang stres. Pendidikan semacam ini terjadi pada era golden age, sementara
Indonesia masih menerapkannya. Telat berapa tahunkah pendidikan kita?
“Di Indonesia ini,
perbedaan antara buruh dan pelajar itu hanya satu, yakni buruh dibayar
sementara pelajar membayar. Tugas mereka disamakan, begitupula tujuannya”. Di
Indonesia ini, perbedaan antara buruh dan pelajar itu hanya satu, yakni buruh
dibayar sementara pelajar membayar. Tugas mereka disamakan, begitupula
tujuannya. Ibarat Mozart dan Einstein dipersaingkan untuk dinilai keahliannya
dalam bidang Fisika. Sistem pendidikan kini yang bahkan pernah terjadi dan
terbukti gagal di zaman Plato.
Ujian nasional terbukti
gagal. Dari tahun ke-tahun, sudah menjadi rahasia umum bila soal ujian nasional
ini bocor. Kegagalan ini disebabkan oleh sistem pendidikan yang sangat
mengapresiasi hasil dibanding proses.
Awalnya dimulai dari
sistem pendidikan yang mengajari muridnya belasan mata pelajaran hanya untuk
dipersaingkan. Selain itu, orangtua sebagai pendidik utama juga kerap kali
mengapresiasi nilai anak tanpa melihat prosesnya. Jadi, apabila nilai anak
jelek, ia akan memarahi anaknya terlepas dari seberapa keras usaha sang anak.
Spesialisasi pendidikan
harus dimulai sejak awal. Sistem pendidikan di Eropa mulai melakukan hal
tersebut. Pendidikan dasar seharusnya mengajari anak bernalar, belajar, sambil
bermain, bukan menguasai segala pelajaran seperti pendidikan Indonesia ini.
Seharusnya setiap
sekolah diberikan hak untuk membuat beberapa kurikulum untuknya sendiri.
Pemerintah tetap memiliki standar kurikulum, namun selanjutnya, biarkan sekolah
yg membuat kurikulum sendiri agar persaingan antar sekolah semakin ketat dalam
memproduksi murid yang cerdas. Tentu hal ini akan sangat membantu karena
sekolah itulah yang paham kondisi sosial dan pendidikan yang dibutuhkan siswa
disekitarnya.
Di Finlandia, guru
dilarang memberikan pekerjaan rumah pada siswa sebelum ia berusia 16 tahun.
Terbukti negara Finlandia menjadi negara dengan pendidikan terbaik sedunia. Di
Jerman, siswa setingkat SMK tak diajari pelajaran yang tidak berhubungan dengan
kemampuan siswa. Di Indonesia, siswa SMK tetap diajari untuk mempelajari pelajaran
yang tak ada hubungannya sama sekali dengan jurusannya.
Kita mampu melakukan
segala hal, namun tak ada satupun yang kita kuasai hingga muncul istilah
“Asians;Jack of all trades, master of none”. Sudah saatnya pendidikan kita
dibenahi. Tidak hanya menghapus ujian nasional, namun juga merombak sistem dari
awal. Kita perlu revolusi pendidikan.
Menteri pendidikan
seharusnya memiliki penasihat yang terdiri dari beberapa Profesor visioner.
Selama pendidikan Indonesia masih seperti ini, pendidikan kita tidak akan maju.
20% APBN yang digunakan untuk pendidikan akan menjadi sia-sia.
Itulah mengapa menteri
pendidikan harus berpikir maju dan terbuka. Orangtua juga perlu terlibat
sebagai apresiator. Ubah kebiasaan apresiasi hasil daripada proses, karena dari
sinilah mulainya akar korupsi dan kecurangan lainnya.
Seperti ucapan Ki Hajar
Dewantara “Anak-anak hidup sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat
merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu”. Negara tidak berhak menbandingkan
kecakapan murid yang satu dengan lainnya. “Semua orang itu cerdas, namun bila
engkau menilai ikan dari kemampuannya untuk memanjat, selamanya kau akan
mempercayai bahwa ikan itu bodoh”, ujar Einstein.
Indonesia perlu
merevolusi pendidikan karena pendidikan merupakan pondasi dasar kehidupan
negara untuk menciptakan rakyat egaliter, jujur, sehat, cerdas, dan jauh dari
kemiskinan.
Pendidikan adalah
investasi jangka panjang. Tidak seperti BBM, pendidikan akan terus beregenerasi
menciptakan hal baru. Inilah mengapa pendidikan Indonesia amat penting untuk
dibenahi.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Berikut beberapa kesalahan sistem pendidikan di
Indonesia :
Terlalu Fokus pada
Sistem Hafalan
Sejak kecil kita sudah
dibiasakan untuk menghafal suatu materi pelajaran. Contoh pelajaran matematika.
Sejak SD kita sudah dibiasakan untuk menghafal rumus-rumus yang cukup rumit
tanpa kita diberitahu darimana rumus itu berasal. Hal inilah yang menyebabkan
banyak siswa tidak paham dengan materi yang diajarkan. Siswa hanya didorong
untuk mengingat, menyimpan dalam memori dan menghafal berbagai kata dan kalimat
standar dengan tujuan mendapat hasil baik ketika ujian, baik ujian dikelas
maupun ujian nasional. Padahal apa yang tertulis dalam segala materi pelajaran
belum tentu tepat dan mungkin perlu redesign atau peninjauan ulang melalui
pembahasan materi lebih teliti, juga sebagian besar adalah merupakan
klasifikasi, materi dan bahan-bahan menurut paradigma berfikir barat yang
Sekuler.
Lupa atau Sangat Kurang Penempaan Ketrampilan Dan
Keahlian Kedua
TanganKesalahan fatal
dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah tidak menghargai pekerjaan dan
ketrampilan tangan, termasuk pelatihan kerja. Siswa hanya diberi materi-materi
tertulis di buku maupun materi-materi yang didikte, tetapi jika disuruh
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari tidak mampu, sebabnya kenapa? Karena
siswa tidak didorong untuk menghasilkan karya nyata atas apa saja materi yang
ditawarkan. Materi lifeskill amat kurang daripada materi menghafal dan tulisan
sehingga hanya meluluskan nilai-nilai tertulis bukan nilai-nilai yang
terimplementasikan dalam sebuah aktivitas.
Pelajar Tidak Terlatih Mengamati Alam
Salah satu kekeliruan
terbesar dunia pendidikan kita adalah alam semesta telah terusir dan terpangkas
menjadi pelajaran-pelajaran buku teks ilmu alam, bukan pelajaran tentang
bagaimana mengamati, mengklasifikasi, meneliti dan mengobservasi alam secara
langsung. Membenamkan teks dan kalimat bukan meneliti apalagi mengobservasi,
tidak lebih hanyalah sebuah permainan kata-kata yang tidak bermakna dan penuh
dengan kegiatan pembenaman kalimat-kalimat kedalam benak anak didik. Maka yang
dihasilkan adalah manusia-manusia yang hanyalah sekedar meringkas, mencontek,
mengeja, mengekor dan menjiplak hasil karya ilmiah yang dihasilkan oleh
peneliti dan pengeksplorasi asing tanpa kita bisa menghasilkan
individu-individu andal dibidang ilmu alam.
Sistem Pendidikan Penuh Tes Tertulis
Kesalahan terbesar dari
sistem pendidikan di Indonesia adalah ujian pelajaran ditetapkan dengan tes
tertulis bukan tes lapangan. Pelajar disibukkan dengan ulangan tertulis,
otaknya penuh dengan kata, kalimat, angka dan peristiwa juga fakta-fakta yang
mesti dibenamkan kedalam otaknya.
Maka pelajar kita hanya
disiapkan untuk menjadi manusia ensiklopedia bukan manusia yang siap hidup dan
berkarya nyata. Apakah teks-teks yang terdapat dalam buku pelajaran bisa
menghidupi dirinya? TIDAK. Dia hidup dengan kedua tangannya dan kedua kakinya,
bukan fakta-fakta dalam otaknya.
Sayang sekali kalau
milyaran neuron otak dimanfaatkan hanya untuk menyimpan huruf-huruf mati.
Kenapa mesti lulus dengan nilai-nilai hasil ujian tertulis bukan ujian praktek
maupun ujian pengamatan observasi ataupun ujian keolahragaan fisik.
Amat Kurangnya Sekolah Kejuruan
Kesalahan fatal
berikutnya adalah terlalu banyaknya sekolah umum mata pelajaran tulis dan
sangat kurang sekolah ketrampilan dan keahlian khusus. Padahal negara ini amat
sangat kurang manusia-manusia berketrampilan teknik dan spesifik, malahan yang
lebih dibudidayakan adalah manusia-manusia kalimat yang sibuk merangkai-rangkai
huruf. Salah satu sebab keadaan negara saat ini limbung adalah manusianya yang
tidak bisa menciptakan pekerjaan bagi diri sendiri, tidak tahu apa yg akan
dilakukan dengan ijazah tulis bacanya. Alhasil negara perlu uluran tangan teknisi
asing dan bergantung pada kemurahhatian investor asing dalam membenahi ekonomi
sosial negara.
Bagaimana bisa
menerapkan ekonomi kerakyatan berbasis bangsa sendiri kalau sistem pendidikan
hanya mencetak lulusan tulis baca? Bagaimana bisa membangun ekonomi politik
mandiri jika sekolah kita menghasilkan lulusan para pemburu mejakursi kantoran
bukannya lulusan pencipta kerja? Bagaimana bisa keluar dari krisis kalau bangsa
ini hanya ditempat duduk, mendengar, tulis, hafal dan tes tulisan? Padahal
Negara ini lebih butuh action dan acting yang penuh aktivitas kreatif inovatif
dalam gerak dan aktivitas berkarya menghasilkan produk-produk bersaing dan
penemuan-penemuan ilmiah demi bisa eksisnya bangsa ini dari tantangan
kapitalisme yang siap mencengkram ekonomipolitik negara.
Padahal negara butuh
devisa yang dihasilkan dari ekspor produk-produk unggulan tangan-tangan kreatif
bangsa demi bisa membayar hutang yang berjumlah hampir 1300 trilyun. Padahal
negara perlu keluar dari jeratan negara asing demi meningkatkan nilai tukar
rupiah yang terpuruk akibat tidak adanya kecukupan devisa hasil eksport.
Padahal sumberdaya alam andalan makin tipis, minyak makin terkuras, hutan makin
rata, binatang punah, emas timah tembaga menipis. Dan negara butuh lampu aladin
plus kemurahhatian investor asing untuk bersedia membawa devisa dan menanam
modal dinegeri 1001 problema ini.
Kurangnya Penempaan Fisikalist
Ini juga termasuk satu
kekeliruan fatal dari dunia pendidikan kita dimana anak didik tidak diberi
program pelatihan, penempaan dan pembinaan fisik. Dan malahan sistem yang
ditegakkan adalah sistem duduk selama 4-5 jam sehari dengan mata anak didik
diarahkan kepapan tulis. Dan kegiatan tulis, menulis serta hitungan-hitungan
digiatkan dengan harapan akan muncul manusia-manusia bergiat dan pekerja keras.
Bagaimana bisa diciptakan generasi pekerja keras dan gesit jika hanya
didudukkan dan dilem pantatnya dikursi sekolah, bagaimana bisa diharapkan akan
lahir pekerja-pekerja trampil jika hanya dilatih duduk dibelakang meja selama
4-5 jam dalam ruangan kelas. Bagaimana bisa dihasilkan pelajar-pelajar rajin
bersemangat jika diminta hanya duduk, dengar ceramah guru, catat dan dikte,
hitung angka dan pulang. Bagaimana bisa dihasilkan pekerja-pekerja tangguh siap
ekspor ketrampilan tinggi jika yang dihasilkan adalah generasi bermental meja,
Berjiwa kursi dan berpola duduk.
Bagaimana bisa mencetak
worldsports champions, jika fisiknya, tulang belulangnya, ototnya dan jiwanya
hanya dilatih duduk, duduk dan duduk dibelakang meja selama 4-5 jam sehari
sambil mendengarkan ceramah gurunya yang membosankan. Maka dari itu, lulusan
kita bermental kantoran dan birokrat serta bersedia membayar mahal atau sogok
hanya untuk mendapatkan sebuah kursi kerja kantoran dengan harapan mendapat
gaji bulanan dan uang pensiun. kenapa?Karena hanya disuruh duduk, duduk, dan
duduk sambil mencatat dan menulis. Hasilnya adalah pengangguran ketika mereka
tidak memperoleh meja kerja kantoran
Lalu bagaimana dengan UN? UN sebenarnya memiliki
maksud baik, namun kini UN malah terkesan mengerikan dan lebih banyak hal
negatifnya. Mengapa UN mengerikan dan kurang berdampak positif?
Banyak orang bilang
“Jangan membuat UN adalah segalanya.”, tapi nyatanya UN adalah segalanya. UN
untuk mengukur keberhasilan siswa, menentukan siswa ke jenjang berikutnya,
keberhasilan sekolah, keberhasilan guru, dsb. Dan yang membuat UN segalanya
adalah Kemendikbud sendiri.
Ketika UN selalu ada
istigosah bersama atau doa semacamnya. Hal ini terkesan sangat aneh, Karena
seakan-akan UN mengandung unsur mistis dan hoki. Bukannya kami tidak mengakui
pengaruh doa, tapi kenapa hanya UN saja yang “punya” istigosah? Kenapa ketika
kita akan Ulangan Akhir Semester (UAS) atau Ulangan Harian (UH) tidak ada acara
semacam istigosah gitu? Apa karena UAS dan UH tidaklah penting sehingga doa
tidak lagi diperlukan?
UN seperti deskriminasi
mata pelajaran. Mata pelajaran yang tidak di-UNkan terkesan tidak dihiraukan.
Katakanlah mata pelajaran seni budaya, siswa akan lebih memilih belajar biologi
daripada seni budaya, kenapa? Karena biologi adalah pelajaran UN sedangkan seni
budaya adalah pelajaran non-UN. Lalu bagaimana dengan anak yang memiliki minat
dan bakat pada pelajaran seni budaya? Mau atau tidak, dia harus memprioritaskan
pelajaran biologi dan menomerduakan minat dan bakatnya.
UN sangat tidak efektif
karena tidak diikuti dengan pemerataan pendidikan di pedesaan dan pelosok
nusantara, terutama di Indonesia bagian timur.
Albert Einstein pernah
berkata, “Seekor ikan akan terlihat bodoh jika disuruh memanjat pohon”. Mungkin
itu ungkapan yang cocok untuk pendidikan Indonesia saat ini, dimana ketika
pendidikan di tiap daerah tidaklah sama tetapi indikator kelulusannya
(dipaksakan) sama.
B. Solusi Untuk Sistem Pendidikan Di Indonesia
Sudah banyak sistem
yang telah dicoba oleh bangsa kita, akan tetapi sistem tersebut belum bisa
membuat negara kita maju dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan
suatu sistem baru yang bisa memperbaiki kondisi pendidikan di negeri kita yang
tersayang.
Sistem yang saya
maksudkan di sini adalah sistem pembelajaran focus on subject, maksudnya adalah
di dalam menempuh sebuah pendidikan, kita tidak boleh melakukan pemaksaan
kepada orang lain untuk mempelajari dan menekuni pelajaran yang mereka tidak
inginkan atau sukai. Seharusnya kita memberikan kebebasan kepada seluruh
pelajar untuk memilih bidang yang mereka sukai sesuai dengan minat dan
bakatnya. Sehingga dengan begitu, mereka tidak akan tertekan dalam hal proses
belajar mengajar, mereka akan belajar dengan nyaman dan tanpa beban karena apa
yang mereka pelajari adalah bidang yang memang mereka inginkan yang sesuai
dengan minat dan bakatnya. Sehingga, akhirnya nantinya akan lahir
pelajar-pelajar yang ahli di masing-masing bidangnya. Jadi, dengan begitu,
dengan penerapan sistem ini, setiap siswa atau pelajar akan difokuskan untuk
belajar sedikit saja yang penting mereka ketahui secara mendalam tentang apa
yang mereka pelajari. Lagi pula, secara logika untuk apa kita mempelajari
banyak hal kalau ternyata ilmu yang kita dapatkan mengenai pelajaran tersebut
hanya kulitnya saja, tanpa kita mempelajari secara mendalam ilmu yang kita
pilih.
Indonesia merupakan
sebuah negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak yang tersebar
dari Sabang sampai Merauke. Banyak orang yang mengatakan bahwa kuantitas Sumber
Daya Manusia (SDM) di sebuah negara merupakan salah satu faktor yang dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi serta perkembangan sebuah negara menuju negara
maju. Semakin banyak penduduk sebuah negara, maka negara tersebut juga akan
cepat mengalami perkembangan. Akan tetapi, jika kita bercermin ke negara kita
yang tercinta yaitu Indonesia, hal tersebut tidak kita dapatkan. Indonesia
memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat banyak, tetapi sampai sekarang
negara kita masih berada pada posisi negara berkembang. Menurut saya, kuantitas
SDM dari sebuah negara memang tidak bisa kita abaikan begitu saja, akan tetapi
hal yang paling penting dari semua itu adalah kualitas yang dimiliki oleh
masyarakat yang ada di negeri tersebut.
Contohnya seperti
negara China, selain memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, kualitas
masyarakatnya juga sangat bagus yang tidak jauh berbeda dari negara-negara
Eropa dan Amerika. Di negara ASEAN sendiri, kita bisa lihat bagaimana Singapore
yang hanya sebuah negara kecil yang memiliki jumlah penduduk yang sangat
sedikit dibandingkan Indonesia, akan tetapi Singapore lebih baik dan lebih maju
dibandingkan Indonesia, begitupun dengan negara yang lainnya seperti Jepang,
Korea dan yang lainnya. Apa sebenarnya yang membuat mereka bisa seperti itu?
tidak lain jawabannya adalah karena kualitas masyarakat atau SDM-nya yang
sangat bagus dibandingkan dengan Indonesia. Di sini, saya tidak mengatakan
bahwa kualitas SDM atau masyarakat Indonesia itu sangat tidak bagus, akan
tetapi kualitas tersebut masih perlu diperbaiki lagi dan ditingkatkan supaya
kita tidak tertinggal dari negara-negara lainnya yang sudah maju.
Indonesia memiliki
potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan, apalagi kita didukung oleh Sumber
Daya Alam (SDA) yang banyak dan melimpah. Banyak negara luar yang mengatakan
bahwa Indonesia adalah surganya dunia. Jadi, apa lagi yang kurang dari negeri kita
yang tercinta ini, tinggal kita sebagai penghuninya yang harus cerdas dalam
memanfaatkan semua itu. Kualitas SDM sebuah negara tidaklah langsung tercipta
begitu saja, akan tetapi dibutuhkan sebuah proses yang panjang dalam
pembentukannya. Singapore yang dulunya tidak mendapatkan perhatian dunia
internasional, sekarang sudah menjadi salah satu negara yang dianggap berhasil
memajukan negaranya, serta menjadi representative dari komunitas ASEAN di mata
dunia internasional. Oleh karena itu, untuk menjadikan negara kita ini maju dan
berhasil, maka yang perlu kita lakukan adalah meningkatkan kualitas SDM yang
kita miliki.
Dan menurut saya, cara
yang paling bagus untuk meningkatkan kualitas SDM dari negara kita adalah
dengan memperbaiki sistem PENDIDIKAN yang selama ini kita jalani dan terapkan
di negara ini. Pendidikan sangat berperan penting dalam hal pembentukan
karakter dan kualitas masyarakat sebuah negara. Jika kita memang tidak ingin
ketinggalan dari negara lainnya, dan ingin bersaing di kancah internasional,
maka Indonesia perlu mengevaluasi sistem pendidikan yang selama ini telah
diterapkan. Kita mencari alternatif baru atau memperbaiki sistem yang sudah
ada, intinya sistem pendidikan di Indonesia harus segera dibenahi. Dan menurut
saya, tidak masalah ketika kita mengadopsi ataupun belajar dari pengalaman
negara-negara lain dalam hal sistem pendidikan yang diterapkan di negaranya.
Pendidikan merupakan
satu hal yang sangat penting untuk peradaban bangsa setiap Negara di dunia ini.
Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan hal yang sangat dinamis dan
sangat peka terhadap perubahan berdasarkan perkembangan zaman. Pendidikan di
Indonesia mengalami beberapa perkembangan sejak zaman perkembangan Hindu Budha
sampai dengan zaman pasca reformasi sekarang. Perkembangan pendidikan di
Indonesia mulai dari masa perkembangan Hindu Budha sampai paska kemerdekaan
berkembang secara stimultan. Dari mulai perkembangan sastra yang dibawa oleh
Hindu Budha, pesantren oleh masa perkambangan Islam, sampai sekolah yang dibawa
oleh masa colonial Belanda sampai sekarang. Pendidikan di Indonesia mempunyai
system semi disentralisasi. Yang dimaksud dengan semi disentralisasi adalah
setengah disentralisasi setengah sentralisasi. Dalam konsep manajemen sekolah
seluruh kegiatan yang berhubungan dengan sekolah diserahkan sepenuhnya oleh
sekolah, akan tetapi dalam system evaluasi masih menganut sentralisasi dimana
ujian Negara diselenggarakan oleh pemerintah pusat.
Kurikulum di Indonesia
telah mengalami pergantian beberapa kali hingga pada saat ini kurikulum yang
bertahan adalah Kurkulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum ini disinyalir
sebagai kurikulum yang paling baku diterapkan di Indonesia. Ketika Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) digulirkan, banyak pihak yang merasa senang bahwa
sekolah mendapatkan kesempatan untuk menentukan sendiri arah atau model
pendidikan disekolahnya. Namun, kemudian harapan itu sirna kembali ketika
ternyata masih ada ujian nasional atau UAN yang membuat model pendidikan yang
diberikan sekolah harus kembali lagi seragam. Tak terbayangkan memang ketika
KTSP ini harus dilakukan disekolah-sekolah negeri yang satu kelas muridnya bisa
sampai 40-50 orang, sementara gurunya hanya satu orang. Sungguh jauh panggang
dari api atau bagai punguk merindukan bulan.
Sesuatu yang harus kita
perbaiki adalah paradigma pemikiran. Baik itu dari para pengambil kebijakan
(para pejabat di kementerian), para pelaksana di tingkat managerial (Para
pejabat di tingkat dinas baik propinsi maupun kabupaten) sampai pada para
pelaksana di lapangan (para guru). Tenaga kependidikan merupakan ujung tombak
usaha perwujudan tujuan pendidikan. Tugas pokok mereka adalah menyelenggarakan
kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau
memberikan pe1ayanan teknis dalam bidang pendidikan. Mereka terdiri dari
tenaga-tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas,
peneliti dan pengembang dalam bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan
teknisi sumber belajar. Semuanya itu harus berfungsi sebagaimana yang telah
menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Jika semuanya bisa berjalan sesuai dengan
koridornya, maka yakinlah, bahwa pendidikan di Indonesia bisa menjadi
pendidikan yang terbaik di dunia.
Banyak hal yang bisa
kita lakukan untuk memperbaiki pendidikan yang ada di negeri ini, seperti yang
saya sebutkan tadi bahwa tidak ada salahnya ketika kita mencoba meniru,
mengadopsi serta belajar dari pengalaman negara lain dalam memajukan
pendidikannya. Sudah banyak negara di luar sana yang telah berhasil
mengembangkan pendidikan dengan metode yang mereka gunakan, dan salah satunya
adalah negara Finlandia. Finlandia telah diakui oleh dunia internasional
sebagai sebuah negara yang berhasil memajukan pendidikan di negaranya. Sedikit
saya berikan gambaran pendidikan di Finlandia sebagai bahan acuan atau
pelajaran bagi kita untuk memperbaiki sistem pendidikan di negara kita. Di
Finlandia hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik
pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji
mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru
mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7
pelamar yang bisa diterima. Persaingannya lebih ketat daripada masuk ke
fakultas hukum atau kedokteran!
Jika kebanyakan negara
percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat
penting bagi kualitas pendidikan, Finlandia justru beranggapan sebaliknya,
testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing
membuat kita cenderung mengajarkan kepada siswa untuk semata lolos dari ujian,
ungkap seorang guru di Finlandia. Kita belajar di sekolah hanya ingin dapat
nilai akademik yang bagus dan memuaskan. Faktor pemahaman dan penerapan menjadi
elemen yang diremehkan, pokoknya yang penting nilai kita bagu. Pada usia 18
tahun, siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan
tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi. Siswa diajar
untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak pra-TK. Hal ini membantu siswa
belajar bertanggung jawab atas pekerjaan mereka sendiri.
Semua siswa dibimbing
menjadi pribadi yang mandiri, mencari informasi secara independent. Karena
dengan adanya banyak pendiktean membuat para siswa akan merasa tertekan dan
suasana belajar menjadi tidak menyenangkan. Bagaimana dengan siswa yang kurang
cepat tanggap ? Mereka akan mendapatkan bimbingan yang lebih intensif. Inilah
yang membuat Finlandia berhasil menyandang gelar Negara dengan pendidikan
paling berkualitas di dunia. Seorang guru yang bertugas menangani masalah
belajar dan perilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan
penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, contohnya: Pertama, masuk kelas,
kemudian datang tepat waktu, berikutnya membawa buku, dsb. Kalau mendapat PR
siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka
berusaha. Dari sini, dapat dilihat sangat tercermin kalau guru di sana tidak
menuntut anak didiknya untuk mengerjakan dengan hasil yang harus benar, para guru
Finlandia menghargai setiap usaha dari siswanya.
Para guru sangat
menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita
mengatakan “Kamu salah” pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu.
Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap
siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan
hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Setiap
siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Adanya ranking
hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang
dianggap terbaik di kelasnya. Dari gambaran ini, kita bisa belajar bahwa
ternyata, negara yang tak diunggulkan bisa menjadi yang terbaik di dunia, tentu
semua itu karena adanya kemauan & usaha yang keras serta kesolidan dari
berbagai pihak.
Selain di Finlandia,
Indonesia juga bisa belajar dari negara-negara lain yang memiliki sistem
pendidikan yang sangat bagus. Menurut saya, kita harus bertindak dari sekarang,
kita bisa belajar dari sistem yang diterapkan di Finlandia. Selain itu, dalam
hal proses pembelajaran siswa tidak boleh dipaksa untuk mempelajari pelajaran
yang tidak mereka sukai, setiap siswa memiliki kelebihan tersendiri di bidang
tertentu. Kita tidak bisa memaksakan semua siswa harus suka belajar matematika,
karena ada siswa yang tidak memiliki keahlian sama sekali di bidang matematika,
akan tetapi orang tersebut memiliki keahlian di bidang seni misalnya. Oleh
karena itu, sistem pendidikan yang selama ini hanya melakukan pembagian jurusan
ketika SMA, mungkin mulai sekarang, sistem pembagian jurusan itu sudah
dilakukan di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama). Di sini, siswa bebas
menentukan kelas jurusan apa yang ingin mereka masuki sesuai dengan minat dan bakatnya.
Dengan begitu, saya sangat yakin bahwa siswa akan belajar dengan santai serta
siswa tidak akan mengalami yang namanya stres Karena bidang yang mereka pilih
adalah bidang yang mereka memang sukai, mereka pilih tanpa ada paksaan dari
siapapun.
Pendidikan di Indonesia
seharusnya memang seperti itu, kita mengarahkan setiap siswa untuk focus ke
bidangnya masing-masing, sehingga dengan begitu, nantinya kita akan lahirkan
para pelajar yang ahli di bidangnya masing-masing. Untuk apa kita memaksa
seseorang untuk belajar sesuatu yang tidak dia inginkan, hal tersebut sama saja
kita membunuh kreativitas siswa tersebut, serta secara perlahan kita akan
membuatnya menjadi gila. Selain itu, untuk apa kita mempelajari banyak hal
kalau ternyata ilmu yang kita dapatkan mengenai pelajaran tersebut hanya
kulitnya saja, tanpa kita mempelajari secara mendalam ilmu yang kita pilih.
Akan tetapi, ketika kita sudah bagi dari awal, maka kita akan focus ke bidang
kita masing-masing untuk bukan hanya sekedar mempelajari kulitnya, akan tetapi
kita akan bisa memahami sampai isi terdalamnya. Sistem seperti inilah yang
banyak diterapkan di negara-negara maju seperti Amerika dan China. Mereka
memang mempersiapkan masyarakatnya untuk dididik di satu bidang, yang nantinya
diharapkan orang tersebut akan menjadi orang yang ahli di bidangnya yang dapat
memberikan kontribusi untuk bangsa dan negaranya. Tidak ada kemustahilan di
dunia ini, dalam hal ini, saya secara pribadi sangat mengharapkan Indonesia
dapat belajar dari pengalaman Finlandia tersebut serta negara-negara maju
lainnya khususnya dalam bidang pendidikan.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah
di atas adalah. Semua pelajaran di sistem pendidikan di indonesia itu berguna
dan baik untuk semua siswa tetapi, Tidak semua siswa memiliki kemampuan di
bidang yang sama setiap individu Siswa memiliki kelebihan dan kekurangan masing
masing alangkah baiknya pemerintah meperhatikan itu, Para siswa juga harus
diberikan kebebasan untuk mengembangkan bakat dan minat mereka masing-masing,
jika siswa dituntut untuk belajar disekolah mulai dari pagi sampai sore lantas
kapan waktunya untuk mengembangkan bakat dan minat mereka. Para siswa juga
butuh waktu untuk bermain karena siswa itu manusia bukan robot yang bisa
dipaksa untuk terus mencari ilmu, ada waktunya untuk belajar dan ada waktunya
untuk bermain sekedar menghilangkan stress.
Saran
Saran saya supaya
pemerintah lebih memperhatikan bakat dan kemampuan para siswa, dan memberikan
waktu untuk para siswa mengembangkan bakat mereka masing-masing.
Daftar pustaka